Selalu ada satu titik – satu detik – satu malam – satu masalah – satu hari – satu kejadian yang membuat kita berhenti dan menengok ke belakang untuk menyaksikan kilas balik ‘apa yang sudah aku lakukan dan hasilkan?’
Kemudian menatap ke tanah dimana kita berpijak, merapihkan gulungan celana dan berfikir ‘apa yang aku lakukan sekarang?’ . Berjalan kembali sambil memasukkan tangan ke saku jaket dan merencanakan ‘apa yang selanjutnya aku lakukan? mau jadi manusia yang seperti apa?‘. Selalu ada.
Mau jadi apa kamu, Mau terlihat seperti apa?
Sudah menjadi apa kamu? Sudah terlihat sebagai apa?
Kamu Bahagia?
Manusia mempunyai level egois yang sangat tinggi. Kita merasa benar, tapi ‘benar’ nya kita itu bisa jadi melempar onak duri ke depan belakang kiri kanan atas bawah.
Selalu ada sebuah “satu” yang membuat kita berfikir ulang , sekedar menengok dan memikirkan beberapa pertanyaan untuk kita jadikan pernyataan. Apa ‘satu’mu itu?
Mau jadi apa aku, MAU TERLIHAT SEPERTI APA?
Yang jelas aku tidak peduli mau terlihat seperti apa. Mungkin adalah pernyataan dari level egois yang sangat tinggi. Tapi apa kamu pernah sadari, jika manusia hanya bisa melihat dari permukaannya saja?
Sudah menjadi apa kamu? SUDAH TERLIHAT SEBAGAI APA?
Aku sudah menjadi Aku. Terlihat sebagai apa, itu sudah bukan menjadi urusanku. Karena manusia diberkati kemampuan untuk menilai, termasuk menilai apa yang tidak diketahuinya, dengan standar abu-abu yang kemudian dijadikan ke”benar”an.
Kamu BAHAGIA?
Sekarang ini aku bahagia, mungkin besok aku berduka, dan tadi aku marah. Karena bahagia, sedih, marah, duka, hanya sementara.
Apa ‘satu’mu itu?
Terlalu banyak pertanyaan untuk dijadikan sebuah pernyataan.
“Sudahkah aku berguna untuk orang lain?”
Setidaknya aku berusaha untuk tidak menyusahkan orang lain.
belum dijawab, mau jadi apa kamu?
Aku mau menjadi aku yang lebih baik, Pap :*