Azan maghrib.
Cahaya senja mengintip dari tirai jendela kamar. Firman beranjak menghidupkan lampu teras dan menutup pintu di lantai dua. Sebuah suara bergumam dari arah tangga, Firman berhenti mencoba mendengarkan, namun sunyi. Saat ia kembali ke kamar, ekor matanya menangkap sesuatu berkelebat cepat.
Tiga bulan lebih ia mendengar bisikan seperti ini, muncul saat langit mulai gelap, Seperti mengajak berbincang namun entah apa yang diucapkan. Suasana rumah begitu hening, tidak ada siapa-siapa disini selain ia bersama Tarmi dan suaminya, Ujang.
Gumaman itu kembali berbisik, Firman masih tidak mengerti apa yang ia dengar. Ia mencoba memejamkan mata namun bisikan itu kembali muncul, seolah mengatakan sesuatu. Anjing tetangga menggonggong keras, melolong seperti ketakutan. Pintu kamar terbuka perlahan, Firman langsung beranjak keluar kamar, namun di luar tidak ada seorangpun.
Suara kucing yang mengeong keras teralihkan dengan suara-suara yang semakin keras. Ia berjalan cepat menuju asal suara yang terdengar berlari menuruni tangga menuju lantai bawah. Firman berlari mengejar, ia penasaran dan harus tahu dari mana suara itu berasal.
Tiba di ujung tangga lantai bawah dan mendapati Tarmi di pinggir pintu.
“Mbok, Suara apa tadi?“ Firman berbicara dari ujung tangga pada Tarmi yang celingak celinguk, berdiri seperti menunggu seseorang.
“Mbok?” Firman kembali berkata, Tarmi tidak mengindahkannya dan tetap berdiri melongok ke arah jalan. “Mbok.. lagi lihatin apa sih?”
Langit Maghrib menyinari pelataran teras rumah, dari arah pagar datang Mang Ujang dengan sepeda motor tua nya, melepas sendal dan masuk kedalam rumah dengan tergopoh-gopoh. Mbok marni menyongsongnya cepat.
“Ada apa toh bu? Menelpon bapak supaya pulang segera. Bapak baru jemput rombongan pengajian mushola.”
“Saya takut, suara-suara masih terdengar, pak…” Mbok Marni mengusap tengkuk. “Tadi saya beranikan diri naik , pintu kamar lagi-lagi sudah terbuka, Anjing tetangga terus menggonggong dan si Meong bersikap aneh di atas, saya juga mencium wangi. Karena takut saya lari turun dan seperti ada yang berjalan mengejar di belakang saya Pak..” Mbok tarmi bercerita dengan suara tercekat dan mimik ketakutan.
Mang Ujang mengusap punggung istrinya, wajahnya tak kalah pucat. “Sudah bu, mari kita siapkan pengajian seratus harinya bapak..”.
Terdengar suara pintu kamar di lantai atas ditutup pelan. Suara anjing menggongong ke arah lantai dua kembali memecah sunyinya maghrib.
***
kebaca 😀
eh, ketebak 😀
setidaknya gue nulis, wew. drpd lo, teori doang weeeeek
CIEEEEE……. UDAH JADI… WEB GUE BELOOM GUE IRIIII
ATURAN WEB NOVEL GUE DULUAN NIIH HIKS.
udah jadi apanya?? ini kan dari empat tahun lalu blog ini woy hahahahaa
ups,,, gak meratiin owe. hiks. 😥
lo memang ga ada akun di WP ya git?